Thursday, December 31, 2015

Ip Man 3 : Akhir Cerita Sang Grandmaster Donnie Yen

Selepas para 'jagoan' film-film Hongkong seperti Jet Li dan Jacky Chan mundur, tinggallah Donnie Yen yang masih konsisten di jalur film laga kungfu, baik berlatar klasik maupun kontemporer. Ia juga terhitung sangat produktif dalam bermain (dan membuat) film. Ip Man adalah salah satu mahakaryanya.

Ip Man 3 bercerita tentang Ip Man, beserta istri dan anaknya, hidup di masa damai selepas perang dunia. Menjadi guru kungfu terbaik di antara perguruan lainnya, ia masih menjadi teladan bagi kawan sekaligus ancaman bagi lawan. Setidaknya mereka yang ingin menjadi yang terbaik di dunia kungfu. Dalam hal ini, adalah Cheung Tin Chi, salah seorang jago yang mengklaim jurusnya sebagai aliran Wing Chun asli, mencoba membuktikan bahwa ia lebih baik dari Ip Man. Meski berprofesi sebagai penarik becak, cita-citanya mendirikan perguruan Wing Chun tak pernah pudar meski harus menambah pundi uang melalui pertarungan berbayar.

Sementara, Hongkong yang semakin maju mengundang banyak pihak untuk mengadu untung di dalamnya, tak terkecuali pihak asing. Sebuah korporasi properti yang dipimpin Frankie (Mike Tyson) berusaha menggusur sekolah dasar tempat di mana anak Ip Man dan juga Cheung Tin Chi bersekolah sebagai satu-satunya bangunan yang tersisa di wilayah itu yang belum dikuasainya. Menugaskan jagoan lokal bernama Sang, mereka mulai mengganggu masyarakat sekitar bahkan dengan kekerasan menyegel dan membakar sekolah tersebut. Merasa bahwa pihak kepolisian tak dapat berbuat banyak, bahkan mungkin terlibat praktik korupsi di sana, Ip Man turun tangan menyelesaikan persoalan ini.

***

Ip Man dan Wing Chun sudah semakin populer akhir-akhir ini. Ditandai dengan banyak dan menonjolnya atribut peguruan ini. Bahkan ketika saya hendak menonton saja, ada satu orang yang memborong 17 tiket! Semua untuk ia dan rekan rekan seperguruannya. Maka, kehadiran seri ketiga Ip Man ini seolah menegaskan kehadiran aliran bela diri ini di negeri ini.

Sebagai sebuah film dan karakter, tak perlu dijelaskan bagaimana khasnya sosok seorang Ip Man. Masih sebagai orang yang rendah hati dan mudah menolong orang lain, namun di saat bersamaan kikuk bahkan seolah takut dengan istrinya. Begitu cinta dengan dunia kungfu, namun seolah abai dan menomorduakan keluarganya. Semakin tegas karakter ini muncul, bahkan ketika sang istri sakit karena menderita kanker pun, ia tak segera menyadarinya.

Satu hal yang boleh jadi menyedot perhatian calon penonton adalah kehadiran Mike Tyson, mantan juara tinju dunia berjuluk 'Leher Beton', yang benar benar beradu akting dan tinju, tidak hanya sekedar selepas lewat sebagai cameo. Dan bisa jadi pertarungan antara Donnie Yen dan Mike Tyson adalah bagian yang paling ditunggu-tunggu sepanjang film. Hasilnya? Relatif. Buat memuaskan pertemuan mereka, jelas apa yang ditampilkan bukanlah basa basi. Durasi hampir 10 menit beradu pukul jelas memanjakan penonton. Namun soal hasil? Mungkin pembuat film ini merasa sungkan sehingga harus memutuskan tidak ada pemenang di antara keduanya.

Kecepatan. Satu hal tersebut adalah ikon dari karakter sekaligus film Ip Man. Sedari film pertama, kita sebagai penonton disuguhi kecepatan pukulan berantai seorang Ip Man. Dan kecepatan juga yang menjadi sejatanya untuk menjadi jago silat terbaik. Sebagai sebuah film, alur dan rentetan pertarungan juga diatur dengan pas kecepatannya, sehingga terlihat seru dan padat. Sesuatu yang sayangnya hilang di film ketiga ini. Ada dua adegan pertarungan massal, ketika sekolah hendak dibakar malam hari dan ketika Ip Man hendak menyelamatkan anaknya di galangan kapal, di mana terlihat jelas adegan demi adegan seolah terpatah dan tidak bersambung, sementara setiap scene pertarungan Ip Man penuh jeda dan lamban. Ada rasa lelah dan kesal melihat betapa berharap kapan kecepatan seorang Ip Man muncul.

Kesia-siaan berikutnya adalah kehadiran Sarut Khanwilai, sejatinya seorang double Tony Jaa, yang seolah pengganggu enteng saja buat Ip Man. Padahal pertarungan antara Wing Chun dan Muay Thai juga sesuatu yang menarik untuk ditonton. Bahkan pertarungan terakhir antar dua jagoan Wing Chun pun tak semegah seharusnya. Meski jurus pamungkas "Pukulan Satu Inchi" ditampilkan di sini. Sayang sekali.

Sebagai sebuah film, konsistensi Donnie Yen untuk menghadirkan Ip Man dan Wing Chun patut diacungi jempol. Bisa dibilang saat ini ia telah menjadi ikon bintang laga Mandarin. Namun sebagai sebuah serial, Ip Man 3 jelas jauh di bawah dua film sebelumnya.

No comments:

Post a Comment