Tuesday, July 12, 2016

Legend Of Tarzan : Remake-Sekuel Yang (Seharusnya Bisa) Lebih Bagus

Tarzan, sebuah kisah yang melegenda tak lekang oleh masa kembali diangkat ke layar lebar dengan mengusung judul yang menegaskan statusnya : Legend. Tak hanya me-remake, film ini mencoba mengangkat satu sisi hidup seorang Tarzan setelah ia menjalani kehidupan dalam peradaban barat.

---

Tarzan (Alexander Skarsgard) atau dengan nama aslinya John Clayton III hidup bersama sang istri, Jane (Margot Robbie), di Inggris dengan tenang dan damai. Namun tak perlu lama kemudian tiba undangan dari King Leopold dari Belgia yang menguasai tanah Kongo di Afrika. Sementara pihak kerajaan Inggris berkepentingan terhadap kependudukan tersebut, Tarzan diminta untuk melihat bagaimana kehidupan rakyat Kongo di bawah kendali kerajaan King Leopold tersebut. Semula menolak, George Washington Williams (Samuel L Jackson) membujuknya untuk tetap berangkat memenuhi undangan tersebut karena ia yakin ada sesuatu yang busuk yang harus ia ungkap pada dunia.

Sementara di Kongo, Leon Rom (Christoph Waltz) menjadi orang kepercayaan King Leopold dari Belgia untuk membangun pasukan dan mengeruk kekayaan di sana guna menutup kebangkrutan yang diderita negaranya. Menyewa 20 ribu bayaran membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan Rom mengetahui bahwa terdapat berlian Opar yang mampu membayar semua kebutuhannya tersebut. Sayangnya berlian itu dikuasai oleh Mbonga (Djimon Honsou) yang menghendaki balas dendam terhadap Tarzan. Maka, diaturlah siasat oleh Rom agar Tarzan kembali ke tanah Afrika.

Kembali ke Afrika, bersama sang istri, Jane, dan ditemani George, Tarzan bertemu dengan masa lalunya, suku yang telah menerimanya sebagai manusia, dan keluarga keranya. Pertemuan yang berarti banyak karena kekacauan yang dibawa Rom mengancam kelangsungan hidup dengan perbudakan dan eksploitasi atas nama kemajuan dan peradaban. Sekali lagi, Tarzan sang Raja Rimba menunaikan tugasnya melindungi tanah Afrika dari tangan tangan serakah, sekaligus mempertahankan orang yang dicintainya.

---

Setelah sebelumnya penikmat film disuguhi kehidupan rimba oleh The Jungle Book, maka sulit untuk tidak membandingkan Legend of Tarzan ini dengan film tersebut. Film ini nyatanya tak kalah memanjakan mata dengan CGI yang wah untuk visualisasi hewan dan alam hutan yang hijau, dalam artian, sama seperti TJB, film ini tidak menggunakan satu hewan buas hidup pun. Dan lagi lagi, kita seolah tak mampu membedakan antara nyata dan efek spesial di sini. Benar benar spesial!

Kisah ceritanya sendiri memiliki premis yang menarik. Tak mengulang secara bulat kisah Tarzan sang anak terlantar yang diperlihara kawanan kera, film ini menceritakan bagaimana Tarzan hidup beberapa tahun setelah kepulangannya ke peradaban barat dan menjadi sensasi di sana. Namun sepertinya penulis skenario tak memiliki pilihan lain kecuali mengulang kembali kisah lama tersebut melalui jalinan kilas balik dan cerita yang berkembang menuju pengulangan.

Setelah ditopang efek CGI yang melimpah, adegan aksi seharusnya menjadi prioritas selanjutnya, yang sayangnya justru menjadi kelemahan. Beberapa adegan baku hantam seolah tak penting, dikemas seadanya dengan koreografi yang lemah, membuat kita bertanya tanya, sehebat dan sekuat apa sebenarnya sosok Tarzan yang melegenda ini? Tak terkecuali pertarungannya melawan Mangani, sang penguasa kera, seharusnya bisa menjadi lebih epic. Bagaimana kemampuannya sebagai Raja Rimba memimpin hewan buas juga hanya membuat penasaran tanpa kepuasan. Pada bagian ini, sangat wajar jika penonton mendapati kekecewaan.

---

Kembali ke 'akar', kembali ke tempat di mana tumbuh dan berkembang, Tarzan menemukan kembali jati dirinya. Bukan sebagai selebritis atau bintang pertunjukan, melainkan sebagai manusia. Sebagai Raja sekaligus pelindung bagi bangsanya.