Friday, February 26, 2016

Gods of Egypt : Pertempuran Dewa Dewa Mesir

Setelah banyak film mengangkat tema Dewa dewa Yunani, dari yang klasik semacam Herculer hingga paling kontemporer seperti Percy Jackson, kali ini Dewa dewa dari Mesir mendapat bagian memperkenalkan diri via layar bioskop. Wajar, mengingat Mesir sendiri sebagai pusat peradaban sejarah selain Yunani dan Romawi (ingat buku pelajaran sejarah, ya). Lalu, seperti apa perseteruan dewa dewa dari Mesir ini?

Dikisahkan, wilayah penguasaan Mesir terbagi menjadi dua, Osiris  Sang Dewa Kehidupan menguasai daerah subur sekitar Sungai Nil, sementara saudaranya, Set, menguasai wilayah gurun tandus di luar sana. Pada suatu waktu, Osiris menetapkan bahwa masa pemerintahannya sudah usai dan Ia mewariskan kepada anaknya, Horus, Sang Dewa Udara. Pada upacara pelantikan, ribuan rakyat hadir untuk memberi persembahan. Begitu juga dengan dewa dewa yang lain. Tak terkecuali Set.

Datang bersama dengan pasukannya yang kuat dan kejam, Set dengan seketika membunuh Osiris dan menaklukkan Horus. Tak dibunuh, Horus hanya diambil kedua bola matanya. Ia pun diasingkan ke kuilnya sendiri. Sementara Set akhirnya memerintah Mesir dengan teror. Bahkan para dewa yang menentangnya pun tak segan ia bunuh, termasuk sang istri, Nephthys. Perjalanan menuju alam baka bagi mereka yang mati pun ia ubah aturannya. Hanya mereka yang bisa memberikan persembahan emas permata yang bisa melintas gerbang alam baka dan menuju keabadian.

Dalam situasi seperti ini, adalah Bek, seorang pencuri kelas teri yang sedang jatuh cinta pada Zaya, kekasihnya yang seorang pembantu dari arsitek bagi Set. Arsitek yang memiliki misi membangun menara obelisk tertinggi yang belum pernah dibangun manusia dan dewa mana pun sebelumnya. Mengejar mimpi untuk membahagiakan sang Kekasih, Bek nekat masuk ke ruang penyimpanan harta Set dan mencuri satu bola mata Horus yang tersimpan rapi penuh jebakan di sana. Sayang, Zaya harus mati di ujung panah Arsitek.

Demi membangkitkan sang kekasih, Bek bernegosiasi dengan Horus agar Ia, setelah merebut kembali kekuasaan dari Set, dapat menghidupkan kembali Zaya. Maka dimulailah perjalanan mereka berdua, menempuh bahaya, mencoba menggulingkan kekuasaan Dewa terkuat di Mesir.

***

Dapatkah Anda menyebutkan nama nama Dewa Mesir yang ada dalam literatur? Lalu seperti apa hubungan di antara mereka? Saya yakin, buat sebagian, Dewa dewa Yunani lebih akrab di telinga. Maka keputusan sineas mengangkat cerita tentang Dewa Mesir layak diacungi jempol. Lagipula, tidak banyak referensi yang dikenal banyak orang awam membuat pembuat film bisa menulis cerita tentang apa saja. Termasuk perebutan kekuasaan di sini.

Membaca daftar pemain film ini mungkin akan membuat dahi anda berkerut, kecuali Gerard Butler dan Geoffrey Rush, praktis tidak banyak nama besar. Sebuah pertanyaan, apakah film ini memang sangat ambisius atau justru mencoba bermain aman. Sebagai seorang antagonis, Butler yang berperan sebagai Set cukup menjadi jualan di trailernya. Wajar. Lalu bagaimana implikasinya?

Sebagai sebuah film studio, kita anggap saja begitu, karena penggambaran Mesir masa lalu di sini penuh kaya dengan grafis dan efek khusus, penggambaran Mesir tentu tidak utuh. Hanya terpenggal pada halaman dan ruang istana, beberapa petak pasar, dan dunia mistis lainnya. Bisa dibilang film ini kering akan visual lanskap yang menarik. Namun kekurangan ini ditutupi dengan visual effect yang memadai dari sisi kekelaman Sungai Nil, ketika hendak dilahap Chaos. Untuk efek pertarungannya sendiri, rasanya sudah sesuai standar. Yang menjadi keren tentu perubahan wujud dari Dewa dewa ketika masuk 'mode pertarungan'. Set dan Horus keduanya digambarkan bisa berubah menggunakan armor dan sayap. Mungkin seperti Iron Man yang lebih ethnik. Sayangnya, kekerenan ini harus berkurang dengan grafisnya yang terkesan murahan, tidak mendukung keseluruhan efek yang wah.

Butler sepertinya terjebak dalam diri Leonidas dari '300', sehingga perannya sebagai Set pecinta perang seolah tak jauh berbeda. Sebuah copy paste yang sempurna. Sesuai dengan jalur ceritanya, kekonyolan yang memikat justru tampil dari sosok Bek, tokoh utama, yang nota bene seorang manusia di antara dewa dewa. Pemikat mata lelaki tentu jatuh pada dua karakter cantik, Hathor sang Dewi Cinta, dan Zaya. Penampilan mereka ditunjang dukungan penuh kostum yang pas untuk kesempurnaan mereka.

***

Horus, seperti halnya sang ayah, Osiris, menginginkan setiap manusia yang mati dapat melintasi gerbang alam baka dengan modal kebaikan dan kemurahan hati, sehingga tidak ada kesenjangan antara si kaya dan miskin. Sebuah keadilan yang coba ditunjukkaan bahwa bukan harta dan kekuasaan yang menjadi nilai buat seseorang, melainkan seberapa besar manfaat dan kebaikan yang ia beri buat orang lain.

Horus, Set, dan Osiris digambarkan harus memenuhi perjalanan fisik dan spiritual agar bisa menjadi dewa yang sempurna di keabadian. Mereka harus mampu lulus dalam ujiannya masing masing. Osiris dengan kekuasaan di Nil yang subur. Set dalam pembuangannya di gurun tandus, atau Horus yang terjebak dalam persahabatan dengan manusia dan cinta dengan dewi nya. Bahwa kesempurnaan kita akan semakin matang dengan seberapa jauh kita mampu memaknai perjalanan hidup kita.

***

Film ini, Gos of Egypt, dengan tanpa dibebani harapan yang muluk, sesungguhnya bisa menjadi tontonan hiburan yang menarik, cerita yang sederhana, tampilan visual yang memukau ditunjang efek canggih. Sebagai catatan, dengan segala kekurangannya, film ini punya potensi dibuat sekuelnya. Jadi, silakan dinikmati dan ditunggu kelanjutannya!

Wednesday, February 24, 2016

Zootopia : Mimpi Perdamaian Dunia Hewan

Sebuah film animasi tentang hewan hadir di awal tahun 2016 ini. Dengan trailer menarik yang rutin diputar pada hampir setiap awal penayangan film di studio studio mayor, wajar saja jika film ini menarik perhatian para penonton. Lalu bagaimana filmnya sendiri?

Cerita diawali dengan berevolusinya dunia hewan (ya, tidak ada manusia di universe ini), di mana Hewan Pemangsa dapat hidup dengan dengan damai tanpa harus berburu hewan mangsa yang ada. Sementara itu, Judy Hopps sangat bercita-cita ingin menjadi polisi, di mana kebetulan belum ada spesies kelinci yang menjadi polisi. Zootopia, sebagai sebuah kota tempat evolusi hubungan antar hewan ini bermula, merupakan sebuah kota yang menjadi mimpi bagi semua hewan untuk mewujudkan impiannya, layaknya semua (ibu) kota. Perjuangan keras Hopps di akademi menunjukkan hasil hingga kemudian ini harus mengawali karir kepolisiannya di Zootopia.

Tepat ketika itu, Zootopia sedang dilanda peristiwa misterius. Beberapa spesies hewan menghilang tiba tiba. Dan kebetulan, semua merupakan golongan pemangsa. Hopps yang memang bercita-cita ingin menjadi polisi dan menyelesaikan kasus menawarkan diri untuk memecahkan misteri itu. Namun, bukannya diberi kepercayaan, ia justru ditugaskan menjadi petugas tilang. Hopps tak berputus asa, ketika ia mendapat petunjuk, dan secara tidak sengaja bertemu dengan penjahat/penipu kelas teri bernama Nick Wilde, ia justru seolah bertemu dengan partner (in crime) untuk menyelesaikan kasus tersebut. Kasus yang melibatkan konspirasi dan petinggi kota Zootopia.

***

Seperti disebutkan di awal, film ini punya trailer yang menjanjikan dan memancing penonton untuk datang menonton bahkan sejak pemutaran perdananya. Untuk kualitas gambar, tidak ada yang perlu diperdebatkan. Semua baik seperti adanya. Bagaimana dengan cerita?

Konsep cerita ini adalah tentang bagaimana pemangsa dan yang dimangsa justru bisa hidup berdampingan sebagai kawan baik. Sehingga hewan hewan yang tampil di sini terlepas dari lingkaran rantai makanan. Tentu tidak diperlihatkan keseharian makan hewan pemangsa yang seharusnya karnivora tersebut. Jadi terima saja konsepnya bahwa mereka bisa hidup dengan kondisi seperti itu.

Titik cerita bermula ketika beberapa hewan pemangsa yang hilang justru memunculkan tabiat dasar hewani mereka. Tidak lagi beradab dan berbudaya, berdiri dengan dua kaki, berbicara yang baik dan sopan, mereka justru kembali ke khittah mereka. Hewan. Sekaligus pemangsa. Hal ini memicu kegaduhan di Zootopia, dan membelah kota menjadi dua sisi, pemangsa dan dimangsa, dalam posisi kebalikan. Pemangsa justru didominasi dan dipinggirkan. Terjadi diskriminasi dan generalisasi negatif komunal terhadap pemangsa akibat tindakan beberapa gelintir pemangsa yang juga belum diketahui penyebab perubahan sifat dan tindakan mereka.

Teori konspirasi, perjuangan mewujdukan mimpi, perjuangan kelas dan membalikkan keadaan dominasi penguasa-yang dikuasai menghiasi film berdurasi hamapir dua jam ini. Bukan sebuah tema yang ringan buat anak-anak, meski memang bagus diperlihatkan betapa gigihnya Hopps berupaya mewujudkan mimpi yang kelihatannya hampir mustahil. Bahkan perjuangannya mesti melewati jenjang terbawah pun dilakukannya dengan upaya 200%. Cocok Anda ceritakan pada anak-anak Anda. Selebihnya, jalan cerita dan siapa dalang misteri ini bisa ditebak.

***

Bagaimana jika orang yang selama ini hidup berdampingan dengan Anda kemudian dalam satu malam seolah menjadi ancaman bagi hidup Anda? Bagi keluarga dan kelangsungan hidup lingkungan Anda? Bagaimana sebuah isu yang menyebabkan ketakutan justru menjadi teror dan pembenaran bagi Anda untuk mendiskriminasi pihak lain yang memang pada dasarnya sudah berbeda dengan Anda? Begitulah film ini dengan baik meramu isu yang berkembang saat ini dalam sebuah tampilan hiburan animatif. Jangan dilewatkan ya!


Thursday, February 18, 2016

Revenant : Bertahan Hidup Untuk Sebuah Dendam

Menampilkan Leonardo di Caprio dan Tom Hardy, film ini menjanjikan sesuatu yang wah, tampaknya. Setelah performa ciamik keduanya di Inception sebagai rekan, kali ini mereka berpasangan lagi, namun sebagai lawan.

Dikisahkan, Hugh Glass (di Caprio) seorang pemandu dan pencari jejak lihai sedang memandu sekelompok pasukan pencari bulu berang berang, ketika tiba-tiba mereka diserang oleh Suku Arikara. Memutuskan mundur, mereka akhirnya harus meninggalkan bulu-bulu yang telah diperoleh di tepian sungai demi kembali ke perkemahan mereka. Sebuah keputusan yang ditentang keras oleh John Fitzgerald (Tom Hardy), yang merasa ketergantungan mereka terhadap Glass terlalu berlebihan. Namun, keputusan telah diambil. Hingga dalam satu malam, Glass diserang beruang grizly yang mengamuk, membuat ia terluka parah, robek pada punggung dan leher, belum lagi tulang belulang yang patah di beberapa bagian.

Kapten Henry (Gleeson) menolak meninggalkan Glass. Tidak hanya karena ia satu satunya yang tahu jalan di tengah belantara Utara Amerika, tetapi juga sikap terhormatnya untuk tidak meninggalkan siapa pun di bawah komandonya, selagi Ia bisa. Maka perjalanan tanpa arah sambil memboyong Glass menjadi sebuah mimpi buruk bagi rombongan ini. Hingga keputusasaan melanda. Henry terpaksa meninggalkan Glass didampingi Hawk, anak Glass, Bridger, dan Fitzgerald sendiri. Mereka diperintahkan untuk mendampingi Glass hingga kematian menjemputnya dan memberinya pemakaman yang layak. Untuk upah yang menggiurkan, mereka menerimanya. Sampai tragedi itu kemudian terjadi. Fitz merasa sudah cukup bersabar untuk kemudian membunuh Glass. Sayang usahanya digagalkan Hawk, yang justru terbunuh. Khawatir dengan resiko ketahuan oleh Bridger, Fitz membuat skenario palsu yang membuat mereka meninggalkan Glass sendirian, terikat ditandu, di tengah musim dingin, meratapi kematian sang anak.

***

Diangkat dari sebuah novel berdasarkan kisah nyata. film ini menggambarkan dengan apik perjuangan seorang laki-laki yang juga seorang ayah dalam memperjuangkan dendamnya. Bertahan hidup dengan luka yang teramat parah dan menyakitkan. Hanya makan daun dan rumput kering. Tidur di dalam perut rusa. Atau makan ikan dan daging bison mentah. Semua kejadian ditampilkan seolah nyata dan sekaligus memukau.

Di Caprio, tak pelak menjadi sosok sentral kali ini tak diragukan totalitas perannya. Sudah jauh lama imaji pretty boy lepas dari dirinya. Dan karakter Glass menegaskan ia memang seorang aktor yang layak berhadiah Oscar. Tom Hardy, di sisi lain, semakin memikat. Berbagai peran sebelumnya juga semakin mengukuhkan dirinya sebagai aktor yang layak diperhitungkan, meski tampaknya karakter antagonis terlanjur dan semakin melekat padanya. Yang memang menarik bagaimana aksen Amerika begitu kental alih-alih aksen British yang sempat ia pertontonkan dengan fasih dalam film Locke, misalnya. Pertemuan keduanya menjadikan kemistri film ini, terutama pada bagian akhir begitu kuat, meski harus diakui, terlalu singkat bahkan anti-klimaks.

Pemandangan dalam film ini juga menjanjikan sebuah tontonan yang memanjakan mata. Panorama hijau hutan Amerika berpadu basah dan saljunya musim dingin membuat film ini semakin mencekam, meski drama sepanjang 2.5 jam ini jauh dari kata membosankan, namun tampaknya menular pada suhu AC di ruang studio. Sebuah film yang patut diperhitungkan dan layak tonton.

***

Seorang suku Pawnee, berbagi daging bison (mentah tentunya) pada Glass, pada suatu malam. Ia, juga sama seperti Glass, telah kehilangan keluarganya. Namun, alih-alih naik darah membalas dendam, ia seolah menasihati Glass, "Pembalasan ada di tangan Sang Pencipta". Sebuah kata-kata bijak yang pada bagian akhirnya memberi pencerahan dan meringankan beban Glass. Perjuangannya sejauh ini terlalu suci untuk dikotori dendam.