Thursday, August 24, 2017

Cars 3 : Regenerasi Para Jagoan Tua

Episod ke tiga dari film Cars hadir di tengah sepinya peredaran film superhero. Sebuah pilihan yang tepat, meski di sini, masih kalah saing dengan Annabelle : The Creation.

Setelah memukau dengan cerita sederhana pada film pertama yang justru menancapkan Cars sebagai film kebut kebutan favorit anak anak, lalu dibumbui kisah detektif dan agen rahasia pada bagian kedua. Kali ini di bagian ketiga, para pembuat film memberikan sesuatu yang baru yang boleh jadi akhir perjalanan Cars, setidaknya buat Lightning McQueen.

***

McQueen telah melampaui masa jayanya sebagai mobil balap bersama rekan/seterunya dalam beberapa puluh lintasan hingga suatu ketika sebuah mobil generasi baru bernama Jackson Storm muncul. Perlahan namun pasti Storm mulai mengambil alih posisi mengejar McQueen di puncak. Sesuatu yang sulit dipahami bagaimana seorang 'rookie' bisa dengan cepat maju sejauh itu.

Sebuah fakta hadir bahwa Storm bukanlah satu satunya. Setelah ia mulai muncullah mobil balap generasi terbaru, dengan teknologi terkini dan pelatihan yang canggih membuat mereka lebih efektif dan efisien dalam membalap. Dan, satu demi satu pula para pebalap generasi McQueen mundur dari lintasan,

McQueen yang tidak mau menyerah pada akhirnya memaksakan diri untuk terus membalap melawan Storm. Bahkan melawan batas kemampuan dirinya yang sayangnya tak mampu ia tanggung. Kecelakaan terjadi, dan McQueen pun rusak parah. Ia pun mundur kembali ke Radiator Spring.

Berusaha kembali ke lintasan, McQueen dibantu perusahaan Rusteeze yang baru, yang lebih canggih dan siap menghadapi balap kekinian. Dan McQueen didampingi sang pelatih, Cruz Ramirez, ia kembali ke metode latihan awal hingga membawanya ke pelatih Doc, sang legenda. Justru di saat latihan inilah McQueen mendapat sebuah pencerahan, tentang perjalanan karirnya sebagai pebalap, penyesalan terbesar Doc, sekaligus mimpi mimpinya.

***

Membawa misi mengembalikan Cars sebagai tontonan favorit bukanlah hal sulit karena McQueen sudah menjadi sosok yang ikonik. Menjadi persoalan ketika penonton semakin dewasa dan tuntutan cerita semakin serius. Namun hal ini bisa dilakukan dengan baik oleh para pembuatnya. Dengan membawa cerita pergantian sebuah generasi, hal yang memang sedang jamak terjadi, bagaimana generasi saat ini akan beralih dengan generasi berikutnya dengan segala kecanggihan dan pola pikir dan sikapnya.

Sejatinya arah cerita sudah bisa diterka saat masuk ke tengah bagian film, namun tentu bagaimana menentukan sebuah momen menjadi sebuah hal yang penting dan gampang diingat adalah yang utama. Dan ini yang layak ditunggu tunggu. Selebihnya, film ini adalah film animasi menghibur khas Disney-Pixar yang boleh ditonton bersama keluarga.

Thursday, June 22, 2017

Transformer : The Last Knight

Installment kelima Transformer hadir kembali ketika film ini dianggap sudah mencapai riwayatnya pada film terakhir. Sepertinya penggemar setia Robot pengubah bentuk ini masih menanti akan seperti apa film filmnya kemudian. Dan tidak ada yang mempu memuaskan kecuali dosis yang semakin meningkat dengan skala yang lebih masif lagi.

***

Mengambil tajuk The Las Knight, pada bagian ini penulis skenario membawa cerita mengenai King Arthur dan Ksatria Meja Bundar berikut Merlin SI Penyihir ke dalam saga pertempuran para robot alien. Dikisahkan para robot telah ada di tanah Inggris dan membantu Raja Arthur memenangi peperangan demi peperangan. Dan rahasia mereka dilindungi dengan sempurna oleh Ordo Witwiccan.

Salah satu rahasia penting adalah Tongkat Merlin. Sebuah tongkat sihir yang menjadi mitos ternyata adalah sebuah tongkat pembuka kunci dengan kekuatan tak terbatas dari Cybertron, planet para robot. Dan, tidak ada manusia yang mampu menggunakannya kecuali Merlin, atau keturunannya.

Di saat yang sama, robot alien yang terus berdatangan ke bumi telah semakin membuat manusia jenuh dan memilih untuk memerangi mereka, tak peduli apakah mereka Autobot atau Decepticon. Yaeger Cade (Mark Wahlberg) berada di tengah untuk melindungi dan menyembunyikan mereka, hingga salah satu robot menyerahkan sebuah talisman padanya. Yang membawanya pada takdir terbesar dalam perseteruan para robot.

Sementara, Optimus Prime melanglang kembali ke Cybertron untuk menemui pencipta mereka dan menghentikan agresi ke Bumi yang tak kunjung usai. Malang, alih alih mampu mengalahkan Sang Queentessa, ia justru menjadi budak dan harus mengambil Tombak Merlin agar Cybertron dapat pulih dari kehancuran. Dengan satu pengorbanan. Kehancuran dan kiamat untuk Bumi.

***

Mengambil premis cerita yang membawa pada sisi "legenda - sejarah" pada sebuah film memang selalu menarik. Apalagi dengan cerita sepopuler Raja Arthur. Belum lagi film ini beredar tak lama berselang dari King Arthur (yang sebenarnya). Memoles sebuah cerita yang sudah ada dengan "keterbaruan" memang selalu menjadi jagonya Hollywood, khususnya Transformer. Setelah melanglang buana ke Timur Tengah, menjelajah masa Jurasic, hingga sekarang menguak tabir misteri Stonehedge di Inggris, selalu mampu memancing rasa penasaran penonton.

Dengan tampilan kolosal sebuah pertempuran. ledakan yang lebih besar, pertarungan antar robot yang lebih jelas siapa melawan siapa, hingga koreografi dan style "sword fight" menggantikan banyaknya tembak menembak dibanding film terdahulu untuk semakin menegaskan unsur 'Knight' dari film ini, jelas menjadi nilai lebih dari sebuah ekspektasi akan installment. Belum lagi jajaran pendukung semakin ditambah dengan kehandalan Anthony Hopkins sebagai Edmun Burton, sang Witwiccan terakhir, seakan memberi jaminan bahwa film ini tak melulu soal ledakan dan tembakan. Humor dan dialog yang coba ditawarkan bahkan di tengah tengah ketegangan aksi juga menjadi nilai tambah kali ini.

Dengan segala kelebihan yang coba ditawarkan, sisi lemah serial ini masih saja sama. Adegan yang lompat sana sini dengan keterkaitan antar scene yang membingungkan, masih menjadi cacat utama. Beberapa ketidaklogisan alur juga masih mendominasi. Chemistry antara Cade dengan Vivian (Laura Haddock) sebgai keturunan Merlin terakhir juga sangat jauh. Humor yang diharapkan menjadi penghibur malah terkesan 'garing' dan mubazir. Dialog panjang dan bertele nyatanya tak membuat alur cerita semakin dimengerti, apalagi buat mereka yang tak memahami realm Transformer. Hingga akhirnya, dengan segala unsur yang ditawarkan, film ini memang cuma sebatas popcorn movie yang tinggal dinikmati apa adanya.

***

Cade telah kehilangan banyak hal. Sebagai seorang yang mengaku penemu, dia telah gagal karena nyatanya ia tidak mampu membuat banyak hal. Ditinggal mati istri sejak lama. Kemudian menjadi buronan pemerintah karena melindungi para robot (Autobot) membuatnya jauh dari anak gadisnya. Segala penderitaannya berujung kepada takdirnya untuk menjadi ksatria terakhir pelindung (pengampu) Tombak Merlin. Tak ada kemenangan tanpa pengorbanan. Dan premis itulah yang didorong sejak awal mula film ini. Tak mungkin ada kemenangan, kesuksesan, kejayaan, kecuali ada pengorbanan dalam perjalanan mencapainya.


Tuesday, March 7, 2017

Logan : Akhir Masa X-Men Terfavorit

Setelah lama digaungkan, installment X-Men/Wolverine kembali hadir di awal 2017. Mengusung konklusi sekaligus "menjernihkan" kebingungan lini masa cerita yang diderita banyak penonton non pembaca komik sejak munculnya X-Men Days of The Future, film ini digadang gadang sebagai persembahan trakhir Hugh Jackman dan Patrick Stewart sebagai Wolverine dan Prof. Xavier. Lalu, apakah film ini bisa memuaskan ekspektasi para pecinta serial ini?

---

Dikisahkan, pada tahun 2029, mutan sudah hampir punah dan beberapa tidak menunjukkan diri mereka lagi. Tersebut di dalamnya Logan yang menjalani profesi sebagai supir limo. Tinggal di perbatasan, Ia menyembunyikan Prof. Xavier yang menderita Alzheimer (?) ditemani Caliban, seorang pelacak mutan yang anti dengan sinar matahari.

Seorang wanita kemudian meminta Logan untuk mengantar dirinya dan seorang gadis kecil menuju perbatasan North Dakota demi menghindari pengejaran sebuah organisasi. Tidak ingin terlibat, Logan mengacuhkannya. Xavier berkeras bahwa ia harus menolong wanita itu. Dan masalah terbawa ke kediaman mereka. Diserbu para pasukan swasta, terungkap kemampuan gadis kecil yang persis seperti Logan. Sebuah 'firasat' yang telah digambarkan oleh Xavier sebelumnya. Dan dimulailah pelarian mereka.

---

Berbeda dengan berbagai film superhero sebelumnya, khususnya X-Men, film ini sangat sarat dengan cerita drama. Berat dan kelam, depresif, menghiasi sepanjang jalan cerita film berdurasi dua jam ini. Film ini bukan mengambil masa post apocalypse, sehingga keterpurukan Logan dan penuaan Xavier terasa sangat nyata. Sungguh miris rasanya melihat Xavier setua dan selemah itu. Bahkan keterpurukan Xavier versi McAvoy seolah ringan saja.

Film ini juga tidak direkomendasikan bagi anak anak atau orang tua membawa anaknya mengingat porsi laga yang cukup sadis dan vulgar. Lagi lagi tak sesuai dengan gambaran film Marvel/X Men pada umumnya. Porsi laga yang dibuat relatif natural tanpa efek CGI yang berlebihan menambah rasa 'nyata' dari film ini. Hanya koreo perkelahian yang meningkat dibanding serial Wolverine sebelumnya. Dan yang menarik tentu porsi aksi yang ditampilkan gadis mutan cilik, Laura, sebagai penggambaran Wolverine versi kecil. Buas, lincah, dan penuh insting.

---

Setiap orang punya mimpi untuk masa tuanya. Begitu juga Logan dan Xavier yang berharap memiliki kapal boat untuk mengasingkan diri. Harga yang memang harus diperjuangkan dengan susah payah hanya mengandalkan upahnya sebagai sopir. Mimpi yang dikorbankan ketika harapan akan adanya mutan, yang dikira sudah habis, justru muncul lagi dalam bentuk paling nyata. Seorang "anak" Wolverine.

Di tengah gambaran film MCU yang ceria meski bobotnya semakin berat, dan film fil anti hero yang semakin (di)kelam(kan), 'Logan' memberi porsi yang seimbang di antara keduanya. Cerita, drama, dan aksi yang pas membuat film ini tak hanya layak tonton, tapi juga layak koleksi.