Tuesday, April 26, 2016

The Jungle Book : Episod Buku Yang Tertutup

Sebuah remake dari film lawas yang melegenda, The Jungle Book, kembali dihadirkan, tentu dengan tawaran special effect yang lebih menarik. Menyasar kelompok semua umur, akankah film ini semenarik iklannya?

---

Alkisah, Mowgli, seorang anak manusia dibesarkan oleh kawanan serigala pimpinan Akeela dan sang íbu', Raksha, mencoba mencari jati dirinya menjadi bagian dari kawanan. Dibimbing oleh sang macan kumbang, Bagheera, ia mengikuti aturan yang berlaku di hutan, di mana kawanan serigala memegang tampuk pimpinan.

Di tengah suasana damai ala penduduk hutan, muncullah Shere Khan, seekor harimau ganas yang sangat menaruh dendam pada Mowgli. Niatannya untuk memangsa Mowgli terhalang oleh kawanan serigala yang membelanya. Hingga suatu ketika, ancaman Shere Khan cukup mengusik para kawanan dan Mowgli bersama Bagheera harus kembali ke pemukiman manusia, mencari perlindungan di sana. Kondisi hutan makin mencekam ketika Shere Khan membunuh Akeela dan mengambil tampuk kekuasaan. Hukum hutan pun berlaku, yang kuat yang berkuasa.

Dalam pelariannya, Mowgli berjumpa dengan Baloo, beruang besar pemalas yang sangat suka madu. Meski begitu, Baloo mengajarkan pada Mowgli bagaimana menjadi dirinya sendiri dengan segala kecerdasan dan kreativitas yang dimiliki, yang selama ini terbelenggu, karena itu bukan cara serigala. Bertemu ancaman dari ular phyton, Kaa, dan monyet raksasa King Louie, Mowgli akhirnya harus kembali ke hutan dan berhadapan langsung dengan Shere Khan.

---

Dengan limpahan teknik CGI mutakhir, lanskap hutan dan berbagai hewan di sini tampak sangat nyata dan memanjakan mata. Sungguh sebuah hiburan tersendiri. Anda menyaksikan sebuah animasi namun tak terlihat begitu. Semua detil seolah begitu sempurnah. Neel Sethi sendiri berperan cukup apik sebagai Mowgli, meski mungkin tidak terlalu berkesan akan aktingnya dalam waktu lama. Ben Kingsley sebagai Bagheera sungguh tak diragukan lagi. Sementara kita akan terasa dejavu dengan Bill Murray dalam sosok Baloo, beruang gendut dan pemalas (seperti siapa?). Idris Elba dengan meyakinkan menjadi sosok antagonis dalam wujud harimau Shere Khan. Sebuah paket yang penuh dan sempurna. Meski Scarlett 'Scar-Jo' Johannson sebagai ular Kaa sayangnya hanya tampil sesaat. Cukup mengecewakan. Sungguh.

Cerita yang dibawakan tergolong sederhana, sedikit puzzle mengapa Shere Khan begitu ingin memangsa Mowgli. Selebihnya, aksi yang diharapkan tergolong minimalis. Beberapa plot mungkin seolah 'berlubang', namun sebagai sebuah tontonan, film ini memberikan paket hiburan yang cukup baik. Belum sempurna.

---

Mowgli, meski dibesarkan dengan çara serigala', namun tak bisa mengabaikan hakekat diri sebagai manusia. Kecerdasan, inovasi, dan kreatifitas yang ia miliki sungguh bukan cara hewan mana pun. Namun hutan adalah rumahnya. Bagheera ibarat ayahnya, dan Raksha jelas ibunya. Maka ia hidup sebagai anak manusia di tengah belantara aturan hukum hutan. Menjadi diri sendiri, adalah sesuatu yang coba disampaikan dalam film ini. Baloo dengan apik menegaskannya.

Cinta ibu kepada anak, tak memandang sekat. Raksha, mencintai dan melindungi Mowgli layaknya anak anaknya yang lain, yang jelas serigala. Mowgli membalasnya dengan menjadi bagian dari kawanan, meski ia punya kesempatan untuk kembali ke lingkungan manusia.

---

Jika NatGeo Wild terlalu sadis buat Anda, maka film ini lebih moderat daripada itu. Jadi, silakan sisihkan waktu anda, ajak keluarga terkasih, dan nikmati film berdurasi 90an menit ini.
            

Friday, April 22, 2016

Backtrack : Hantu Masa Lalu

Mengisi kekosongan blockbuster, sepertinya akan ada beberapa film tak terdengar yang menyapa layar bioskop. Film ini adalah salah satunya. Jika mencari ke laman rating seperti imdb, kita akan tahu bahwa film ini telah lama beredar di luar. Lalu, seperti apakah kualitas film sepi seperti ini?

---

Backtrack bercerita tentang psikiatri bernama Peter Bower (Adrien Brody) yang sedang dilanda depresi akibat kematian putri karena kecelakaan satu tahun silam. Keguncangan yang memaksanya pindah dan disarankan oleh sang sahabat yang juga seorang psikiatri, Duncan Stewart (Sam Neill), untuk kembali praktik agar ia dapat membunuh waktu dan memahami masalah orang lain ketimbang larut dalam keterpurukannya sendiri.

Keanehan mulai terjadi ketika pada suatu malam ada seorang anak remaja datang ke tempat praktiknya. Tidak banyak bicara, ia hanya menyodorkan kartu namanya saja, Elizabeth Valentine. Tiba tiba datang muncul, keanehan demi keanehan sering terjadi. Namun Peter tak percaya bahwa anak itu adalah hantu. Sebagai seorang psikiatri, ia yakin memiliki penjelasan rasional akan peristiwa ini, hal yang diamini oleh Duncan.

Di saat kegilaan telah melanda dirinya, kesadaran masih tersisa untuk mencerna petunjuk satu demi satu. Kuncinya adalah Elizabeth, yang memberikan ia coretan bertuliskan 12787. Berbekal hal itu, ia mendapati situasi yang makin mengerikan, situasi yang membawanya ke masa lalu, di masa kecilnya, di False Creek.

---

Ketika tak banyak referensi akan film ini, maka buat saya, satu satunya pemikat adalah Adrien Brody sebagai karakter utama. Dengan kemampuan yang tidak diragukan lagi, ia memberikan performa memikat akan seorang yang penuh kesedihan dan depresi. Wajah sendu dan datar yang ia miliki semakin menunjang karakter Peter yang penuh teka teki. Film ini, tanpa banyak ekspektasi kemudian, menyimpan banyak potensi untuk menjadi sebuah tontonan yang menarik.

Awalnya, film ini berjalan lambat dan seolah akan menjadi drama thriller psikologi atas latar yang ditampilkan. Namun lambat di sini tak berarti percuma, karena informasi diberikan sedikit demi sedikit hingga memuncak dalam sebuah kengerian misteri yang membuat kita semakin menikmati dan menunggu ending filmnya. Dan begitulah, menggunakan plot sederhana dan klasik, keseraman dan horor dibangun perlahan tapi dengan penambahan dosis yang pasti. Bahkan pada lima belas menit pertama kita tidak akan berpikir bahwa film ini benar benar sebuah film tentang hantu. Seolah kita dibimbangkan dengan apakah ia hantu? Apakah ini ilusi? Apakah ini sebuah delusi akibat depresi?

Film ini, sayangnya, juga tidak bisa berlepas diri dari masalah klasik film horor berlabel hantu. Ketika telah mencapai puncak dan mencari konklusi, maka semua kengerian akan turun drastis, betapa pun sosok hantu akan muncul, kita akan tahu, apalagi anda penggemar film hantu, bahwa semua hantu itu tidak lagi mengerikan dan menakutkan, seberapapun mengagetkan kemunculannya. Hal itu juga terjadi pada film ini. Atau, mungkin saya pikir begitu?

---

Kembali ke masa lalu, masa di mana ada hal yang terlalu traumatik untuk kita ingat, yang kita pilih untuk lupakan agar kita bisa 'move on', melanjutkan hidup, adalah sebuah tantangan yang berat bagi seseorang. Mungkin termasuk kita. Menyadari dan mengakui kesalahan, melindungi orang terkasih, juga membutuhkan keberanian tersendiri. Baktrack mengisahkan dengan pahit, bahwa bagaimana pun, sebuah fakta harus diungkapkan. Meski akan menghadirkan kegetiran baru.

Jika anda ingin menikmati sebuah tontonan menakutkan yang tidak sekedar menakutkan, tetapi juga berpikir dan memberikan tanya, film ini layak Anda jadikan salah satu pilihan. Tak perlu berharap banyak, namun juga jangan sepelekan begitu saja, maka anda seolah akan tersedot di tempat duduk anda dan tak beranjak hingga film usai.

---

Apa hal yang paling menyebalkan dari menyaksikan film dalam studio bioskop? Yaitu segerombolan orang tak tahu diri yang masuk bukan untuk nonton, tapi ngobrol sambil ngemil. Mungkin mereka pikir ini home cinema mereka? Bisa jadi, apalagi jika Anda hanya satu satunya órang luar', maka bersiaplah menderita. Film ini, nyatanya memberikan mereka 'pelajaran'. Di awal awal mereka dengan asyik ngobrol, namun begitu film mulai intens, mereka pun terdiam! Jadi Anda berapa nilai film ini, bukan?

Friday, April 15, 2016

10 Cloverfield Lane

Delapan tahun setelah Cloverfield, JJ Abrams menghadirkan kembali film bertajuk hampir serupa : 10 Cloverfield Lane. Masih dengan cara serupa, merahasiakan proyek ini dengan amat sangat. Ketika Cloverfield mampu memberikan kejutan dan apresiasi tinggi, bagaimana dengan sekuelnya ini?

---

Dikisahkan, Michelle (Mary Elizabeth Winstead), seorang desainer, kabur meninggalkan rumahnya di suatu malam. Sampai pada suatu ruas jalan yang sunyi, karena kelalaiannya, ia tertabrak kendaraan lain yang melintas. Ia, berikut mobilnya keluar dari jalan masuk ke lereng. Tak sadarkan diri, ia kemudian terbangun dalam sebuah ruangan terkunci dalam keadaan terinfus dengan kaki yang patah. Ternyata ia berada di bungker milik petani lokal, Howard (John Goodman),

Michele tidak sendirian di sana. Emmet (John Gallagher Jr.), juga orang lokal setempat, tangannya patah ketika hendak memasuki bunker tersebut. Namun mengapa? Begitu pertanyaan Michele. Howard, sosok yang sangat keras dan protektif ternyata memiliki ketakutan yang amat sangat akan dunia luar. Menurutnya, saat ini sedang terjadi invasi alien, sesuatu yang sudah diperkirakan dan membuatnya mempersiapkan diri sejak lama. Emmet adalah orang yang membantunya membuat bunker tersebut.

Michele tentu tidak bisa percaya begitu saja dengan cerita Howard dan Emmet. Belum lagi Howard menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Sikap otoriternya mulai membuat Michele jengah. Beberapa kejanggalan pun mulai bermunculan. Ketidaksinkronan cerita Howard akan hilangnya putrinya adalah salah satunya. Mencoba melarikan diri dari satu satunya pintu, Michele mendapati seorang wanita tua yang mencoba mendesak masuk. Kondisinya sungguh menyeramkan. Seolah benar Howard, ada kontaminasi virus di luar sana akibat serangan alien. Namun dengan segala keanegan yang ada, Michele, dengan membujuk Emmet, menyusun strategi untuk melarikan diri dari bunker tersebut, dan mempersiapkan diri menghadapi apa yang akan terjadi di luar sana.

---

Rasanya tak ada yang tak berpikir bahwa film ini adalah sebuah sekuel dari Cloverfield. Namun tampaknya para penonton harus kecewa. Film ini bukanlah kelanjutan dari Cloverfield, bahkan sangat jauh berbeda. Bisa jadi hanya namanya saja yang hampir persis sama. Film ini lebih merupakan thriller psikologis alih alih scifi dengan musuh utama alien.

Drama dan konflik lahir dari tiga orang yang diharuskan hidup dalam satu tempat tertutup. Seolah menunggu kegilaan lahir dari salah satu di antara mereka. Atau, bisa jadi memang salah satu di antaranya sudah gila. Masa lalu kelam Howard jelas memberikan kengerian pada Michele yang memaksanya harus keluar meski dengan setengah keyakinan akan ada ancaman yang tidak kalah menakutkan di luar sana. Selama hampir 90 menit film kita akan disuguhi dialog dialog ringan namun padat, dengan ketegangan yang naik perlahan. Apakah akan ada pembunuhan? Akankah ada kekejaman? Akan seperti apa film ini disajikan, penuh darah kah? Di saat yang bersamaan kita dibuat bertanya-tanya, layaknya Michele, apakah benar ada alien yang sedang memusnahkan manusia di balik pintu.

Perbedaan cerita dalam film juga membuat perbedaan dalam penyajiannya. Tak lagi digunakan tampilan ala handycam. Tak lagi ada keriuhan dan kehancuran total yang dihadapi. Sebaliknya, ketegangan dan klimaks dibangun dalam kesunyian. Cerita mengalir lambat tapi seolah tak ada celah untuk melepaskan setiap adegan. Sederhana sekali. Namun, seperti proses pembuatannya yang bermisteri, kisahnya pun mengundang tanya dan teka teki. Suka atau tidak dengan setiap karya JJ Abrams, sulit menolak untuk tidak larut dalam film ini dan menunggu kejutan akhir dan kesimpulannya.

---


Apakah setiap ancaman dari luar terhadap diri dan keluarga kita memang nyata? Atau hanya ilusi semata? Sejauh mana kita akan menahan diri sendiri dan mereka demi keselamatan? Ataukah membiarkan mereka keluar dan menemukan dunianya sendiri, yang kita yakini akan penuh bahaya dan petaka?

Thursday, April 14, 2016

Huntsman : Winter's War

Seri kedua dari film gubahan Snow White hadir. Sesuai judulnya, maka kisah ini sepertinya akan fokus pada sang Huntsman (Pemburu) yang telah membantu Snow White kembali ke tahtanya. Seperti apa kisahnya?

Jauh sebelum Ravenna (Charlize Theron) berkuasa penuh di kerajaan Snow White, dikisahkan Ia memiliki seorang saudari bernama Freya, yang dianggap lemah dan tidak memiliki kekuatan sihir seperti dirinya. Freya jatuh cinta pada seorang lelaki hingga mengandung anak dari lelaki tersebut. Namun ada daya, pada suatu malam, ia mendapati lelakinya membakar ranjang tidur berikut anaknya. Kemarahan dan kesedihan yang amat memuncak mengeluarkan sesuatu yang tak disangka, kekuatan sihir. Freya mampu membuat dan memanipulasi es.

Mengusung kemarahan dan kesedihannya, Freya menuju Utara dan memulai penaklukan kerajaan demi kerajaan. Tak memiliki anak, ia membuat anak dengan caranya, membangun pasukan sedari anak anak yang diambil dari setiap perkampungan dan kerajaan yang ia taklukkan. Termasuk di dalamnya Eric dan Sara.

Kedua anak itu, bersama anak anak lainnya dilatih bermain pedang, tongkat, panah, dan kemampuan tempur lainnya. Tak sekadar pemburu, mereka menjadi pasukan garis depan menaklukkan setiap jengkal kerajaan di wilayah Utara. Namun, keduanya melanggar aturan paling keras dari Ratu Freya : Dilarang jatuh cinta. Maka, Freya pun memisahkan mereka. Sara dibunuh, sementara Eric dibuang.

Waktu berlalu, Eric (Chris Hemsworth) menjelma menjadi Huntsman yang pada akhirnya kita tahu mengalahkan Ravenna dan mengembalikan Snow White ke tampuk kekuasaan. Sayang, masa damai ternyata tak lama. Rombongan kerajaan yang hendak membuang Cermin Ajaib ke Sanctuary hilang dalam perjalanan. Eric, atas permohonan Snow White, menelusuri jejak para pasukan, ditemani dua kurcaci andalan istana. Perjalanan yang membawanya ke masa lalu sekaligus masa depannya : Freya, Ravenna, dan Sara.

---

Bertajuk Chronicles of Snow White, film ini membuka cakrawala baru sebuah franchise film. Setelah mereproduksi kisah Snow White dalam Snow White and Huntsman yang menonjolkan kekuatan dan aksi seorang Pemburunya, kali ini fokus cerita coba digeser pada Sang Huntsman sebagai tokoh utama. Plot yang diambil adalah asal mula seorang Huntsman dan hubungannya dengan masa saat ia sudah mengalahkan Ravenna. Sebuah hal menarik. Seharusnya.

Pernah menyaksikan film mandarin berjudul The Bride with White Hair? Saya mau tidak mau teringat itu ketika Freya dengan sedih dan marahnya kepada sang kekasih mengamuk mengeluarkan sihir es-nya untuk pertama kali, dan rambutnya seketika memutih. Masuk akal. Walau semacam pengulangan.

Ada dua orang kurcaci di sini yang mendampingi Eric, mengapa mereka harus ikut? Apa peran pentingnya? Jika memang harus kurcaci, mengapa tidak bertujuh? Tidak sanggup bayar kontrak yang lima lagi? Sesungguhnya, terlepas dari peran penting dalam jalinan cerita ini kemudian, mereka seolah dipaksakan hadir. Dalam bentuk kurcaci. Yang tidak lengkap.

Sara dan Eric sepasang kekasih, bahkan suami istri, begitu katanya. Namun sayang, kecuali adegan peluk dan cium, tak ada kemistri di antara Hemsworth dan Jessica Chastain. Diperparah lagi dengan slot waktu yang sedikit di antara keduanya, belum dipangkas adegan aksi yang harus mereka pertontonkan.

Selanjutnya, huntsman. Ada banyak huntsman di sini, namun lagi lagi, tak jelas seberapa hebat dan pentingnya mereka ketika Ravenna kembali dibangkitkan. Apa beda mereka dengan pasukan yang lain? Winter's War. Perang Musim Dingin. Itu terjemahan sederhananya. Dan Saya berharap akan ada peperangan di sini. Kolosal. Sayangnya nol besar. Bahkan ketika berharap akan ada peperangan besar antara pasukan (dan huntsman) Freya melawan pasukan SNow White, maaf saya spoiler, tidak ada.
 

----

Cinta mengalahkan segalanya. Begitulah tema besar yang coba diangkat dalam film ini. Ketika ada seorang wanita yang kecewa, sedih, dan marah, lalu tenggelam dalam sisi gelap dirinya hingga tidak percaya dengan cinta. Bahkan memaksa orang lain dengan cinta. Namun Eric membantahnya dengan lugas, "Keyakinanku tidak butuh orang lain untuk meyakini". Buat anda yang punya waktu dan uang berlebih, dan memiliki keyakinan yang dalam akan cinta. Silakan tonton film ini. Selebihnya, begitulah.



13 Hours : The Secret Soldiers of Benghazi

Sebuah film perang berlatar Timur Tengah dengan Amerika dan CIA-nya tercebur dalam konflik yang mereka buat sendiri. Pasukan khusus berjumlah sedikit personel dengan kemampuan hebat. Apakah ada premis sederhana yang lebih klise lagi untuk sebuah film bertema perang? Lalu apa yang dapat membedakan film ini dengan film-film sebelumnya?

Dikisahkan, Libya saat itu sudah memasuki konflik internal bersenjata dan kota Benghazi menjadi salah satu kota dengan tingkat paling berbahaya. Seluruh kedutaan berbagai negara telah menarik personel mereka masing-masing. Namun Amerika, yang masih memiliki kepentingan, belum menarik para anggota CIA mereka di sana. Dengan berkedok sebuah gedung sipil, membayar keamanan dengan orang-orang lokal, tugas mengumpulkan data masih mereka lakukan.

Sebagai bagian dari perlindungan, terdapat pasukan kontrak yang dipimpin oleh Tyron 'Rone' Woods dan keempat anggotanya. Kali ini ia memanggil anggota kelima, Jack Silva, kembali dari rumahnya yang tenang di tanah air. Mereka berenam memiliki tugas menjaga kepentingan CIA di Benghazi, di bawah perintah Bob, sang Kepala.

Semua berjalan apa adanya hingga pada peringatan 11 September pada tahun 2012, Duta Besar Chris Stevens datang ke Benghazi untuk menginisiasi perdamaian. Kekisruhan terjadi ketika sekelompok milisi bersenjata menyerang kediaman Duta Besar. Saat para pengamanan lokal menghindar dari konflik karena bayaran yang rendah dibanding nyawa mereka, dengan mudah para milisi ini masuk, menghancurkan, dan membakar rumah duta besar tersebut. Hanya dengan bantuan beberapa personel khusus kedutaan, duta besar Stevens mencoba bertahan.

Sementara itu, keenam tentara kontrak ini tertahan di markas mereka karena mendapat perintah diam di tempat oleh Bob, bos mereka, yang berpendapat tidak ada konfirmasi untuk melakukan misi bantuan. Beberapa waktu menjadi ketegangan di antara mereka hingga keenam orang ini memutuskan untuk menolong kedutaan. Namun, semua telah terlambat. Dan ketika kedutaan telah jatuh, satu-satunya properti Amerika yang tertinggal adalah markas CIA ini. Dan mereka berenam harus mempertahankan markas tersebut dari serangan milisi, selama mungkin, hingga bantuan datang. Jika memang ada bantuan tersebut.

---

Seperti disebutkan di awal, premis peperangan di mana Amerika muncul di tengah konflik di Timur Tengah bukanlah hal asing lagi. Yang menarik adalah ketika tokoh sentranya bukan sekelompok tentara, baik reguler maupun khusus seperti Delta Force dll, melainkan 'hanya' sekelompok tentara kontrak/bayaran. Hal yang sebenarnya lumrah terjadi di belahan timur tengah, selepas militer resmi ditarik mundur oleh pemerintah Amerika. Orang-orang ini pun bukan asing dengan kondisi ini karena sebenarnya latar belakang mereka juga adalah militer, baik marinir maupun satuan khusus. Sebuah hal yang belum banyak diangkat dalam film.

Michael Bay. Identik dengan film-film fiksi imajinatif dengan spesial efek seperti Transformer dan Teenage Mutant Ninja, kali ini ia duduk di belakang hadirnya sebuah film yang diangkat dari novel berdasarkan kisah nyata. Seharusnya tak kan ada Megatron yang mendukung para milisi bersenjata untuk kemudian markas CIA dilindungi oleh Autobots. Dan memang tidak ada. Untuk sekelas Bay, film ini cukup realistis terlihat. Memang, desingan peluru masih bercahaya layaknya laser tetap terlihat. Namun film Fury telah mengawalinya sehingga di sini pun bukanlah sebuah kejutan lagi. Justru hal ini memberikan nuansa segar khas Bay dalam film yang tak butuh banyak efek wah. Mungkin tangannya gatal untuk tidak melakukannya kali ya.

Terlepas dari akurasi kejadian sebenarnya, dapat tertangkap kengerian dan penonton terjebak dalam konflik bersenjata yang terjadi sepanjang malam ini. Tak ada aksi heroisme yang coba dipaksakan. Bahkan penonton ikut diajak kesal karena mereka berenam diperintahkan diam di tempat tak melakukan apa pun untuk menolong duta besar hanya karena Bob tak mau mereka meninggalkan markas. Adu senjata yang terbagi dalam beberapa babak memberikan waktu bagi penonton untuk bernafas, melegakan diri dari kesadisan yang (mungkin efek sensor?) tidak terlalu banyak terlihat di sini.

---


Terdesak oleh kondisi ekonomi, membuat Jack Silva kembali masuk dalam peperangan yang bukan miliknya, bahkan bukan juga milik negaranya. Juga semata karena yang meminta adalah Rone, teman baiknya. Tanggung jawab pada diri dan keluarga, kesetiakawanan dan persahabatan, integritas dan komitmen tinggi pada pekerjaan, adalah hal hal yang dapat kita cermati dalam film ini.

Tak banyak heroisme ala ala Amerika di sini, kecuali satu adegan dramatis bendera amerika yang terbentang terbakar. Jadi jika anda telah cukup lelah dengan hal tersebut namun tertarik dengan film bertema perang, film ini layak masuk daftar tonton.