Thursday, December 11, 2014

Exodus : Gods and Kings

Salah satu film besar di penghujung tahun 2014 akhirnya keluar. Film bertema religius dengan tokoh yang tidak kalah populer setelah 'Noah' beberapa waktu lalu.

Dikisahkan, Moses (Christian Bale) adalah anak angkat dari Seti I ( John Turturro), penguasa Mesir, dan bersaudara dengan Rameses II (Joel Edgerton). Dalam kesempatan perang melawan kaum Hitti, sebelum berangkat, diramalkan bahwa salah satu dari mereka akan menyelamatkan yang lain dan akan menjadi pemimpin. Terjadi dalam serbuan tersebut, Moses menyelamatkan Rameses dari tikaman salah seorang musuh. Seti pun berpendapat, seandainya Moses adalah benar anaknya, maka ia memang pantas untuk menjadi penerus.

Dalam sebuah misi ke Pithom, Moses mendapati di sana ada begitu banyak budak yang dianggap oleh sang gubernur mengancam keselamatan jiwanya, sehingga ia merasa perlu untuk menekan para budak tersebut. Mencoba berbicara secara langsung dengan para budak, Moses berhadapan dengan Nun (Ben Kingsley) yang mengatakan bahwa ia bukanlah seorang anak Mesir seperti yang ia anggap selama ini. Ia justru adalah orang yang diramalkan untuk membebaskan para budak, bangsa Hebrew. Dipenuhi tanda tanya dan kebimbangan, Moses pulang ke Memphis dan mendapati Seti I dalam kondisi sekarat, hingga akhirnya meninggal dunia.

Di tengah perseteruannya dengan Rameses yang dipengaruhi oleh sang ibu, Tuya (Sigourney Weaver), Moses akhirnya diasingkan seorang diri tanpa perbekalan. Niatan Rameses untuk membunuhnya sulit terwujud karena Moses tidak melakukan kesalahan yang fatal. Di tengah perjalanannya menembus gurun pasir, Moses akhirnya sampai di sebuah desa. Menikah dan menjadi penggembala. Hingga sembilan tahun kemudian. Dalam sebuah badai menerjang saat ia menggembalakan dombanya, Moses ditimpa reruntuhan batu bukit hingga terendam lumpur. Dalam kondisi sekarat, ia melihat pohon yang berapi-api dan kemunculan seorang bocah misterius. Bocah yang menyadarkannya akan diri dan tugasnya yang belum selesai. Misi yang membuatnya harus kembali ke Mesir, meninggalkan anak istrinya, menuju bangsanya yang tertindas.

Moses kembali ke Mesir dan mulai menghimpun bangsa Hebrew untuk bersatu dan membebaskan mereka dari penindasan. Sebuah tindakan yang dibalas Rameses dengan hukuman demi hukuman kepada bangsanya. Dianggap tidak cukup meyakinkan untuk menjalankan misinya, sang bocah misterius hadir kembali dan mengatakan akan hadirnya sepuluh wabah menerpa Mesir. Maka dimulailah, dari air sungai nil yang memerah darah, membunuh semua ikan yang ada di dalamnya, kemunculan jutaan kodok hingga masuk ke kota dan mati, hingga kematian hewan ternak dan gagal panen. Rameses, di tengah kekeraskepalaannya menerima permintaan Moses untuk mengalah, justru semakin beringas. Ancaman terakhir pun tiba, tak ada seorang anak pun, kecuali akhirnya mati pada malam tersebut, termasuk anak satu satunya dari Rameses. Akibat keputusasaannya, Rameses akhirnya mengijinkan Moses beserta para pengikutnya pergi meninggalkan Mesir.

***

Setelah Noah yang menggunakan penceritaan yang dianggap berbeda dari kebanyakan cerita cerita sebelumnya, kali ini Exodus mencoba menceritakan Moses sejak ia menjelma menjadi jenderal perang Mesir, sekaligus 'Pangeran Mesir'. Seolah ingin merasionalkan cerita yang ada, Exodus seperti akan menghindari kejadian dan tokoh metahuman yang muncul di film Noah. Cerita yang familiar bagi para penonton, setidaknya saya, dimulai dari akhirnya ia berjumpa (calon) istrinya di sumur umum, lalu menikah, hingga akhirnya mendapat tugas dari Tuhan.

Moses, atau biasa dikenal Musa, adalah seorang prajurit bahkan jenderal perang? Tidak pernah membayangkan hal tersebut sebelumnya. Apalagi ketika ia mengajarkan kepada para budak bagaimana menggunakan pedang, panah, berkuda, untuk beperang. Terlepas dari itu, karakter Moses yang diperankan Bale ini sepertinya tidak cukup kuat. Maaf, John Cusack di '2012' saja masih lebih menarik perhatian daripada Bale di sini, itu jika kita fokus pada wabah yang menerpa Mesir pada film ini. Pun begitu, keberadaan penyebaran wabah ini tergambar dengan cukup baik, kengerian dan kepedihan bisa terbangun dengan halus dari awal sampai akhir, meski tidak sampai pada puncak. Hal yang cukup janggal melihat seorang Moses tidak perlu bersusah payah menyembunyikan dirinya, padahal ia orang paling dicari di Mesir. Ia masih bisa hadir di penghukuman gantung, berkuda, bahkan melatih para budak. Bisa jadi, Rameses terlalu fokus pada penyelesaian wabah sehingga menyepelekan kehadirannya.

Efek khusus yang digunakan cukup untuk menggambarkan bagaimana kondisi wabah yang menyerang, dan tentu saja yang paling ditunggu, laut terbelah. Khusus untuk laut terbelah, saya justru tidak berhasil mendapati kejadian ini, karena memang tidak digambarkan laut terbelah seperti yang ada dalam imaji. Saat bangun tidur, Moses dan pengikutnya sudah melihat Laut Merah surut dalam radius yang sangat luas. Sekali lagi menentang imaji saya, untuk sesuatu yang masuk akal, kita bicara rombongan yang jumlahnya ratusan ribu bahkan mungkin jutaan, bukan sekadar ratusan orang, sehingga visual laut yang terbelah layaknya terowongan tidak ada di sini. Tapi, saya gagal menangkap gemuruh keriuhan dan kengerian saat laut kembali menyatu. Yang ada hanya adegan tsunami besar, Cukup.

Dengan durasi 2.5 jam, sulit untuk mendapatkan sesuatu yang 'memorable' dari film ini. Dialognya datar, bahkan cenderung tanpa emosi. Aksi peperangannya pun seolah tak sungguh-sungguh. Tak ada cipratan darah, bagian tubuh yang terpotong, apalagi kepala terpenggal. Moses di sini memang lebih digambarkan sebagai pembebas. secara fisik. Membebaskan dari perbudakan, melalui perlawanan. Jika Moses, atau Musa, dianggap sebagai Nabi dalam artian spiritual, tidak ada dalam film ini. Nilai apa yang coba disampaikan oleh sineas? Mungkin anda bisa beritahu saya.

No comments:

Post a Comment