Babak
terakhir dari perjuangan para pemberontak melawan tirani Presiden Snow. Katniss
Everdeen, Sang Mockingjay, harus memenuhi takdirnya sebagai penentu akhir
peperangan antara Capitol dan para pejuang Distrik.
Pada bagian
pertama ‘Mockingjay’, para pejuang berhasil membebaskan para tawanan, terutama
Peeta yang telah dimanipulasi otaknya oleh tim dokter Capitol. Ini membuat
Peeta tidak dapat membedakan kenyataan dan ilusi, sebagaimana ia telah diberi
ingatan palsu bahwa Katniss adalah penyebab semua kekacauan dan pertumpahan
darah yang terjadi. Antara kecewa dan putus asa, Katniss bertekad untuk
langsung menuju Istana Capitol dan membunuh Snow dengan tangannya sendiri.
Menyusup ke dalam skuadron tempur di baris depan, ia harus menyadari bahwa
Presiden Coin dan Plutarch masih mencoba untuk memanfaatkan dirinya sebagai
senjata propaganda.
***
Film ini
adalah bagian kedua dari Hunger Games : Mockingjay. Seolah semakin mempertegas
tren Hollywood akan sebuah saga film, di mana satu judul buku bisa menjadi dua
film (bahkan tiga untuk film tertentu). Sebagai bagian yang tidak terpisahkan,
film ini masih dengan tone yang sama,
dengan pola penyampaian cerita yang juga sama.
Beban Jennifer Lawrence semakin berat karena ia memegang nyawa film ini
sebagai seorang Mockingjay, yang tidak hanya dituntut harus pandai dalam
bertarung, tetapi juga dalam berorasi.
Berbeda dari
sebelumnya, Mockingjay II dihiasi aksi yang cukup menegangkan. Tiap pemain
semakin teruji kemampuannya dalam adegan peperangan. Pertarungan dengan para
mutan memang mengingatkan akan film-film bertema zombie atau semacam itu. Namun
dengan kealpaan hal ini pada film sebelumnya, justru menjadi penguat bahwa film
ini bergenre aksi. Cerita yang sejak semula mengusung tema propaganda semakin
kental di sini. Memang jika ditelisik, film ini sangat bergantung pada
penceritaan yang harus kuat, selain ditopang oleh karakter dari masing-masing
tokoh itu sendiri. Sebagai sebuah film bergenre young-adult, film ini justru
sarat muatan politik dan moral.
Sama seperti
film sebelumnya, Mockingjay II seolah enggan mengakrabkan diri dengan
peperangan. Hal ini ditunjukkan dengan penceritaan yang menjauh dari pusat
peperangan dan justru focus pada obrolan para karakter itu sendiri. Sebagaimana
yang ditampilkan dalam Mockingjay I ketika Distrik 13 diserbu pesawat Capitol
namun tidak diperlihatkan, malah yang dipertontonkan adalah suasana penduduk
dan pejuang di bunker yang sayangnya justru jauh dari suasana mencekam. Kali
ini, mula peperangan dengan menjatuhkan bom untuk meruntuhkan gunung dan
serangan awal ke Capitol juga dialihkan, lagi-lagi dengan percakapan soal
moralitas dan strategi peperangan. Sebuah film aksi perang yang malu-malu?
Jennifer
Lawrence sebagai Katniss masih belum bisa mengeluarkan aura seorang
‘Mockingjay’, orang yang bisa member pengaruh luas. Bahkan rasa merinding
akibat pesona masih kalah jauh dibandingkan film pertamanya sendiri. Jalan cerita yang bisa ditebak meski tanpa
membaca novelnya, malah diperparah dengan ending yang memanjang dengan beberapa
kali jeda tanpa keterkaitan. Bisa jadi beberapa kali penonton tertipu, mengira
film telah usai, berdiri, untuk kemudian duduk lagi menonton adegan yang
sebenarnya tak harus mereka tonton. Tidak berarti kemudian film ini tidak layak
tonton, terutama bagi Anda penggemar film dengan tema politik dan propaganda.
***
Dengan kemasan
cerita remaja yang dipenuhi kisah roman dan aksi peperangan, film ini justru
memberi pesan kuat soal media framing
dan propaganda. Seperti yang digambarkan, Katniss adalah tokoh propaganda
pembakar semangat pemberontak sekaligus menjadi simbol perlawanan bagi Capitol.
Baik Snow maupun Coin memberi sudut pandangnya sendiri dalam setiap peristiwa
dan hasil pertempuran. Ketika Katniss tertembak, pihak Capitol dengan segera
menayangkannya sebagai bagian propaganda bahwa Sang Mockingjay akhirnya dapat
dijatuhkan dan menyemangati prajurit dan penduduk Capitol. Sebaliknya, bagi
Coin, Katniss ditampilkan sebagai martir yang semakin memicu semangat para
prajurit pemberontak dan memberi harapan. Bahkan ketika pada akhirnya istana
Snow yang penuh anak-anak dijatuhkan bom dan memberikan kemenangan pada pihak
pemberontak, penuh manipulasi dan tipu daya di sana, hingga Katniss menyadari,
masa depan mereka di bawah kepemimpinan Coin yang masih prematur, ternyata
tidak berbeda kondisinya ketika Snow masih berkuasa.
No comments:
Post a Comment