Setelah
lama hilang, akhirnya di penghujung tahun 2014 ini ada sebuah film
Indonesia yang mengangkat tema silat klasik. Sebuah waktu yang tepat
untuk melepas kerinduan dengan kejayaan masa lalu.
Pendekar
Tongkat Emas berkisah tentang Cempaka (Christine Hakim), seorang
mahaguru ilmu tongkat dari peguruan tongkat emas yang hendak mewariskan
perguruan dan ilmu terakhirnya kepada salah satu dari empat murid
terbaiknya, Biru ( Reza Rahardian), Gerhana (Tara Basro), Dara (Eva
Celia), dan Angin (Aria Kusumah). Biru dan Gerhana adalah anak dari
musuh-musuh Cempaka di masa lalu yang telah tewas terbunuh dan dirawat
layaknya anak kandungnya sendiri. Dengan kemampuan silat paling tinggi
di antara saudara yang lain, Biru merasa paling berhak menerima warisan
Tongkat Emas dan ilmu pamungkasnya, Tongkat Emas Melingkar Bumi. Sayang,
hanya kekecewaan dan kemarahan yang diperolehnya ketika Guru Cempaka
lebih memilih Dara sebagai penerus.
Dalam perjalanan pengasingan
guna berlatih secara rahasia, Cempaka, Dara, dan Angin dihadang oleh
Biru dan Gerhana, setelah beberapa malam sebelumnya mereka meracuni guru
mereka tersebut. Pertarungan tidak seimbang pada akhirnya membuat
Cempaka tewas, sementara Dara dan Angin terjatuh ke bawah jurang. Di
saat itulah sesosok bayangan menyambut dan menyelamatkan mereka berdua.
Biru
dan Gerhana, diterima menjadi murid utama perguruan Sayap Merah dan
mengumumkan kematian guru Cempaka, sembari menuduh Dara dan Angin
sebagai pembunuhnya. Tidak butuh waktu lama bagi mereka sampai menarik
simpati guru Sayap Merah dan menggantikannya, juga dengan meracuni
terlebih dahulu. Maka, Biru pun menjadi guru dan melebarkan sayap
perguruannya, menantang perguruan silat lain, mengancam kedatuan
persilatan, dan meresahkan masyarakat.
Dara, beserta Angin,
ditolong oleh pemuda misterius bernama Elang (Nicholas Saputra), sosok
yang kemudian memberi jalan bagi mereka untuk mencari Naga Putih,
pewaris lain ilmu pamungkas Tongkat Emas. Bersamanya, Dara berlatih dan
berjuang menuntut balas atas kematian Guru Cempaka, sekaligus mengakhiri
kekacauan yang dibuat oleh Biru dan Gerhana.
***
Pada
media sosial, sudah banyak viral akan film ini, dan sambutannya sangat
positif dengan puja-puji di sana sini. Semakin memotivasi untuk segera
menyaksikan film ini. Belum lagi jajaran pemainnya yang tidak main-main.
Sayang, saya harus tidak sepakat dengan banyak pengguna media sosial
tersebut.
Cerita yang dibawakan dalam film ini tentu sangat
klasik. tidak ada yang baru, karena memang begitulah cerita cerita silat
adanya. Yang mengagumkan dari film ini adalah bagaimana properti dan
make up mencoba untuk tampil sealamiah mungkin, menyesuaikan dengan
jamannya. Belum lagi panorama alam yang disajikan, membuat bagian film
ini lebih cocok untuk National Geographic alih-alih film silat.
Sayangnya, ada beberapa celah yang mengganggu buat saya.
Pertama.
Seperti komentar teman, kehadiran Eva Celia membuat film ini menjadi
bias. Apakah ini film anak-anak? Atau kisahnya seorang anak lalu menjadi
dewasa? Tidak ada perubahan tampilan pada dirinya jika bercerita film
ini merupakan cerita beberapa tahun perjalanan hidup.
Kedua.
Koreografi pertarungannya bagus, hanya saja sepertinya tidak punya cukup
persediaan. Karena, gerakan jurus yang hampir sama terlihat
berulang-ulang. Atau mungkin memang ilmu silat yang mereka kuasai
terbatas tetapi sangat hebat?
Ketiga. Apa urusannya penduduk
sampai mengungsi, mengingatkan pada film Exodus yang juga sedang tayang
saat ini. Mereka ini adalah perguruan silat, bukan bangsa penjajah. Atau
perguruan juga bisa menjajah? Lalu di mana peran pemerintah? (Lho?!)
Keempat.
Dialog dan emosi yang tampil dalam film ini terkesan datar. Walau Reza
mencoba terlihat bengis dan licik, sementara Nico tetap cool layaknya
Rangga AADC, tidak ada keterlibatan emosi dari penonton. Percintaan Biru
dan Gerhana pun seolah ada dan tiada. Romantisme Elang dan Dara pun
muncul malu-malu.
Kelima. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Dara
untuk berlatih dan menguasai jurus pamungkas tongkat emas? Rasanya
sebentar saja. Bisa jadi Anda sedang menembus ruang waktu bersama
Interstellar, karena nyatanya Gerhana sudah memiliki anak! Bukan sekedar
bayi, tapi anak berusia 5-6 tahun.
Keenam. Cempaka berpesan
bahwa Tongkat Emas jangan sampai jatuh ke tangan orang yang salah.
Sehebat apakah senjata ini? Bagi anda yang tau, silakan beri tahu saya.
Karena sampai saat ini saya tidak tahu kehebatan apa pun dari tongkat
ini, kecuali mungkin tongkat ini terbuat dari emas dan bernilai tinggi
jika dijual.
Ketujuh. Adegan pertarungan terakhir memang menjadi
sajian utama film ini. Yang bagus, tetapi sayangnya, terlalu panjang.
Ya, dengan durasi pertarungan yang lama, dimulai dari muka perguruan
Sayap Merah hingga tiba-tiba mereka melompat ke rumah perguruan tongkat
emas (mungkin hanya bersebelahan pagar), sementara adegan adu jurusnya
tidak terlalu istimewa dan beragam.
***
Melihat bagaimana
para pemain melakukan aksi bertarung, harus diakui film ini memang luar
biasa. Terlihat kesungguhan aktor dan aktris yang memaksakan beradegan
silat tersebut. Sebagai sebuah usaha juga mengangkat kembali genre silat
klasik. memang seharusnya film-film seperti ini diperbanyak, dengan
aktor dan aktris lain. Mana tahu, akan lahir Adven Bangun dan Barry
Prima generasi baru. Film yang tepat untuk mengisi waktu luang anda. Ya,
hanya gunakan waktu anda yang sangat luang, dan terimalah persembahan
terbaik anak negeri.
No comments:
Post a Comment