Demi apa sehingga aku harus nonton film cinta remaja? *mehh* Yah, anggap saja khilaf di penghujung kepenatan.
The
Fault in Our Stars berkisah seorang gadis penderita kanker tiroid,
Hazel Grace Lancaster (Shailenne Woodley) yang sudah mengancam
paru-parunya dan membuatnya depresi, hingga orang tuanya yang begitu
mencintainya mendorongnya bergabung dalam komunitas pendukung penderita
kanker di kotanya. Di sanalah ia berjumpa dengan Augustus Waters (Ansel
Elgort), penderita 'osteosarcoma' yang telah kehilangan kaki kanannya.
Ikatan pertemanan di antaranya perlahan menguat, hingga Hazel
merekomendasikan novel favoritnya, An Imperial Affection, kisah seorang
gadis penderita kanker yang dianggapnya memiliki pengalaman hidup yang
sama dengan dirinya. Gus demikian penasaran dengan akhir kisah pada
novel yang mereka anggap menyisakan banyak pertanyaan. Sayangnya,
penulis novel, Peter Van Houten (Willem Dafoe) telah meninggalkan
Amerika menuju Amsterdam.
Gus, dengan optimisnya, menjanjikan
bahwa mereka bisa ke Amsterdam untuk berjumpa Van Houten dan bertanya
banyak hal tentang novel tersebut. Sesuatu yang sempat menjadi
angan-angan saja ketika penyakit Hazel tiba-tiba kembali menyerang. Sang
Ibu, dengan cintanya yang amat sangat, mencoba meyakinkan bahwa semua
keinginannya bisa saja terwujud, meski untuk ke mana mana Hazel harus
membawa tabung oksigen sendiri, hingga akhirnya mimpi Hazel (dan Gus)
bisa tercapai.
....
Setelah 'Dying Young' pada tahun 1991
yang menyentuh tentang penderita kanker, tahun 2014 ini sebuah film yang
diangkat dari novel tulisan John Green kembali mencoba bicara tentang
kisah cinta remaja, sama sama penderita kanker, untuk mengisi hari dan
hidup mereka yang bisa dibilang tinggal menunggu waktu saja. Awalnya aku
merasa bahwa film ini akan sangat klise, dan memang benar, film ini
plotnya sangat sederhana : kisah cinta dua remaja yang mengejar impian
(terakhir) mereka hingga akhirnya dipisahkan oleh maut.
Apa yang
membuat sesuatu yang klise menjadi istimewa? Pertama, pilihan kata yang
memikat namun tak mencoba puitis membuat dialog antar karakter utama
menjadi indah sekaligus cerdas. Personifikasi yang tidak berlebihan tapi
bisa menjelaskan situasi yang mereka hadapi. Film ini juga tidak
mencoba mengeksploitasi penyakit dan kesedihan mereka, bahkan justru
memberikan lelucon segar (namun tanpa melecehkan) terhadap kondisi diri
mereka. Keceriaan dan kesedihan dihadirkan silih berganti tanpa kesan
dipaksakan, tidak menghadirkan konflik yang dibuat-buat antar karakter.
Bahkan bisa dibilang, kecuali karakter Van Houten, tidak ada konflik
antar karakter, misal ketidaksetujuan orang tua terhadap hubungan Hazel dengan Gus. Oke,
yang ini terlalu sinetron Indonesia.
Hazel, digambarkan sebagai
gadis yang telah menerima kenyataan bahwa ia bisa meninggal kapan saja,
tetap ceria dan realistis. Sementara Gus adalah sosok pria yang positif,
optimis, penuh humor yang membuat 'chemistry' di antara mereka menjadi
kuat.
Yang menarik adalah ketika Gus, yang sadar tidak mungkin
menikah dan membuat acara pra-pernikahan, memilih membuat acara
pra-pemakaman, karena ia tidak mungkin bisa melihat acara pemakamannya
sendiri. Menarik, karena ini sesuatu yang boleh jadi belum pernah
diperlihatkan sebelumnya. Memberikan kesadaran pada kita bahwa kematian
seharusnya lah dipersiapkan dengan matang. Lalu, bagaimana mereka
membuat pidato perpisahan yang indah untuk Gus, mengharukan tapi tidak
mengumbar air mata. Hingga pada pemakamannya sendiri, ketika Hazel
memilih untuk tidak membacakan lagi pidato perpisahan itu karena
menurutnya, "Upacara pemakaman itu untuk mereka yang masih hidup, bukan
yang telah mati".
Jika kita telusuri mesin pencari semacam
Google, akan banyak kita jumpai kutipan-kutipan dari novel ini begitu
banyak, yang mengingatkan pada beberapa novel baik lainnya. Walau aku
sendiri belum pernah membaca novelnya (sudah ada versi Indonesianya?),
sepertinya film ini telah dieksekusi dengan baik. Ingin menyaksikan film
remaja tapi tak murahan? Roman yang tidak picisan? Sebuah keharuan
tanpa perlu mempertontokan tangis meraung? Film ini ibarat makanan
ringan yang mengenyangkan, yang layak jadi pilihan.
No comments:
Post a Comment