-- Cerita ini terjadi pada tanggal 15 Agustus 2014 silam --
'Saya lagi butuh darah buat anak saya. Butuh empat kantong, tapi baru
dapat satu kantong. Makanya minta tolong Mas-mas pegawai bank situ buat
donor'
Itu adalah sepenggal obrolan dari salah seorang Ibu yang
duduk di depan saya saat menunggu antrian di Unit Donor Darah (UDD) PMI
Kota Palembang, tadi pagi jelang siang. Ini adalah pengalaman perdana
saya donor darah, setelah beberapa kali di beberapa kesempatan sejak
masa kuliah, saya ditakdirkan selalu melewatkan kesempatan tersebut.
Pagi hari itu, tiba-tiba pesan pop-up
di layar komputer saya muncul. Dari salah seorang teman. "Jar, kamu
golongan darahnya apa, ya?". Berlanjut obrolan singkat, intinya ia butuh
darah buat salah satu anggota keluarganya yang hendak operasi cesar.
Maka begitu jam lewat pukul sepuluh, kami segera bergegas menuju UDD
PMI.
Tidak terlalu ramai, hanya lima sampai enam
orang saja di kursi tunggu. Sejenak isi formulir, tidak lama kemudian
nama saya pun dipanggil. Duduk berhadapan dengan seorang ibu yang dengan
tangkas menusuk ujung jari tengah tangan kanan saya hingga berdarah.
Lalu, ketika saya lengah, ia tempelkan tabung kecil di sana dan dengan
seksama dan dalam tempo yang singkat menekan ujung jari tersebut, "creett",
darah segar mengalir deras mengisi rongga tabung itu, yang kemudian
dengan indahnya ditepuk-tepukkan ke bilah kaca kecil, diberi warna biru,
kuning, dan merah membentuk pola gradasi warna. Coretan-coretan
dibuatnya pada formulir isian saya. Hb, oke. Golongan darah, A. Lalu
saya disuruh masuk.
Di ruangan ukuran 3x5 meter, ada
tiga pasang pembaringan yang masing-masing telah diisi tiga orang. Tiap
lengannya terpasang selang yang berwarna merah, dengan kantong darah
tergeletak di atas timbangan (sayur). Oke, suasananya semakin mencekam
ini. Demi menghilangkan kegugupan, saya sejenak ke toilet, menuntaskan
apa yang tertahan, untuk kemudian masuk lagi dan dengan elegannya
berbaring. Lengan kiri sepertinya pilihan yang baik buat 'diinfus'.
Seorang
Ibu menunjukkan pengalamannya dengan tidak butuh setengah menit untuk
memasang jarum. Jujur saja, saya tak berani melihat, biarkan saja sistem
yang bekerja. Sekitar sepuluh menit berbaring, seorang mbak perawat
mendekat.
"Masih lama lagi?", saya tanya
"Ini sudah selesai, mau dicabut", jawabnya
"Berapa banyak?"
"350"
Wah, 350 mL untuk donor perdana, hehe...
....
Kembali
ke awal obrolan bersama ibu tadi. Saya bertanya juga pada teman ini,
yang ternyata sudah membawa dua orang teman satu ruangan untuk donor
juga kemarin. Jadi, demi kelancaran operasi tersebut yang membutuhkan
tambahan darah, teman ini harus swalayan, mencari sendiri darah yang
dibutuhkan. Begitupun dengan sang Ibu tadi. Menjadi bertanya-tanya,
demikian tipis kah stok darah? Sehingga keluarga pasien harus mencari
sendiri?
Semoga saja, ini bukan pengalaman saya yang
pertama dan terakhir. Semoga saja saya tetap sehat sehingga darah saya
aman buat didonorkan. Seperti kutipannya : Setetes darah Anda membawa kehidupan bagi sesama.
No comments:
Post a Comment